Pemanasan global akan melampaui 1,5 derajat Celcius dalam 10 tahun ke depan. Padahal 1,5 derajat Celcius adalah batas bencana pemanasan global yang dampaknya ke Bumi sudah tidak bisa diperbaiki.
Dalam laporan terbaru PBB, Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) menyatakan kondisi ini berarti warga Bumi berhadapan dengan dekade paling penting dalam sejarah manusia.
Oleh karena itu, PBB mengimbau agar penduduk dunia segera mengurangi emisi pemanasan global secara drastis.
Intinya, IPCC menegaskan bahwa belum terlambat bagi manusia untuk pemanasan Bumi mencapai titik “kiamat”.
“Kami tahu caranya, punya teknologi, peralatan, dan anggaran – semua yang dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan iklim yang sudah kita kenali sejak lama,” kata Ketua IPCC Lee Hoesung, dikutip dari AFP, Kamis (27/4/2023). “Satu-satunya yang kurang adalah kemauan politik yang kuat.”
IPCC menyatakan suhu Bumi akan mencapai titik 1,5 derajat Celcius lebih tinggi dari masa pra-industri pada awal 2030-an.
Kini, Bumi sudah 1,2 derajat Celcius lebih hangat dari masa pra-industri. Dampak pemanasan global ini sudah sangat dirasakan oleh penduduk Bumi dalam bentuk cuaca ekstrem.
“Tahun paling hangat yang kita alami saat ini akan menjadi tahun terdingin di satu generasi,” kata ilmuwan dari Imperial College London, Friederike Otto.
Dampak terlampauinya batas 1,5 derajat Celcius adalah sinyal peningkatan laju kepunahan spesies, gagal panen, hingga “tipping point” dari perubahan sistem iklim berupa kematian koral dan mencairnya es di kutub.
Sekjen PBB Antonio Gueterres menyatakan negara kaya yang tadinya menargetkan karbon netral pada 2050 harus mempercepatnya menjadi 2040 untuk “menjinakkan bom iklim”
“Manusia berdiri di lapisan es yang tipis, dan es itu mencair dengan sangat cepat,” kata Gueterres.
Menurut laporan IPCC, jika Bumi hanya bisa menahan laju pemanasan global sebesar 1,8 derajat Celcius, setengah dari manusia di Bumi bakal hidup di tengah panas dan kelembaban ekstrem pada 2100.
Wilayah yang paling terdampak dari panas dan kelembaban ekstrem tersebut termasuk Asia Tenggara, sebagian dari Brasil, dan Afrika bagian barat.