Jakarta, CNN Indonesia — Raihan suara Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka unggul jauh dari dua pasangan calon lainnya di Pilpres 2024 berdasarkan hasil hitung cepat atau quick count sejumlah lembaga survei.
Hasil rekapitulasi suara sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga menunjukkan Prabowo-Gibran ada di posisi pertama. Perolehan suara Prabowo berdasarkan quick count dan rekapitulasi suara KPU bahkan menyentuh di atas 55 persen.
Survei Litbang Kompas per Jumat (16/2) misalnya, dengan 99,5 persen data masuk, menunjukkan suara Prabowo-Gibran sebesar 58,47 persen. Unggul jauh dari Anies-Muhaimin sebesar 25,28 persen dan Ganjar-Mahfud sebesar 16,26 persen.
Perolehan suara Prabowo-Gibran itu tampak naik cukup signifikan jika dibandingkan dengan hasil survei sebelum hari pemungutan suara.
Contohnya, survei LSI pada 29 Januari-5 Februari atau sekitar dua pekan sebelum pencoblosan, menyatakan elektabilitas Prabowo-Gibran sebesar 51,9 persen.
Hasil serupa juga ditunjukkan pada hasil survei Populi Center periode 27 Januari-3 Februari. Elektabilitas Prabowo-Gibran 52,5 persen. Disusul Anies-Muhaimin 22,1 persen dan Ganjar-Mahfud 16,9 persen.
Analis komunikasi politik Universitas Brawijaya, Verdy Firmantoro, menduga naiknya suara Prabowo-Gibran di quick count dibanding hasil survei sebelum pencoblosan merupakan fenomena silent majority.
Secara sederhana, silent majority merupakan sebagian besar masyarakat yang memiliki preferensi politik tertentu tetapi enggan mengungkapkan pilihan mereka secara terbuka.
“Kalau saya baca mungkin disebut dalam konteks ini bisa masuk ke arah bagaimana silent majority. Dia hadir di TPS tetapi tidak riuh dalam perdebatan ruang publik,” kata Verdy kepada CNNIndonesia.com, Jumat.
Ia menduga kelompok itu mayoritas merupakan masyarakat di pedesaan yang cenderung pasif dalam diskursus di ruang publik. Verdy berpendapat jumlah mereka ini sangat besar.
“Mereka jumlahnya besar, memang rata-rata berasal dari kalangan masyarakat menengah ke bawah yang mereka sangat dekat sekali dengan biasanya program-program pemerintah yang sifatnya bisa jadi seperti bansos dan seterusnya, itu potensinya ke sana,” ujarnya.
Selain itu, Verdy menilai kelompok silent majority bisa juga berasal dari simpatisan PDIP yang tetap loyal kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Verdy menyebut fenomena ‘migrasi sunyi’ pendukung itu juga yang membuat besarnya suara Prabowo-Gibran bertalian dengan mengecilnya suara Ganjar-Mahfud.
“Jadi artinya kalau suaranya 03 minimal, sama saja dengan Anies itu kan minimal terjadi potensi dua putaran,” ucap dia.
Menurut Verdy, dalam konteks ketokohan di pilpres, sosok Jokowi telah melampaui Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri. Artinya, paslon yang mendapat dukungan Jokowi, memiliki tingkat penerimaan yang lebih besar di masyarakat.
“Bisa jadi orang yang nyoblos 02 itu adalah orang yang takut 03 secara kenyataan atau permukaan tapi secara diam-diam nyoblosnya 02,” ujarnya.
Verdy berpendapat pemilih Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud memang masih berhimpitan antara mereka yang ingin keberlanjutan dengan keberlanjutan dan perbaikan.
Segmen pemilih itulah yang membedakan keduanya dengan pemilih Anies-Muhaimin (AMIN). Menurutnya, pemilih AMIN merupakan variabel bebas.
“Artinya, Anies enggak ada yang terkuras energinya karena kalau kita baca, pendukung Anies itu relatif militan dalam artian memang ingin narasi perubahan, sangat tuntas,” ucap dia.
Suara para undecided voters
Sementara itu, akademisi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Mada Sukmajati lebih melihat fenomena ini merupakan limpahan suara dari pemilih gamang atau undecided voters. Mereka pada detik akhir jelang pencoblosan justru menjatuhkan pilihannya ke Prabowo-Gibran.
“Saya kira salah satu faktor itu adalah undecided voters yang ternyata pada last minute itu menjatuhkan pilihannya ke paslon 2,” kata Mada kepada CNNIndonesia.com, Kamis (15/2).
Mada berpendapat kelompok undecided voters ini mayoritas merupaka ole kalangan generasi millenial dan gen z. Menurutnya, dominasi pemilih muda hingga 52 persen, menjadi salah satu faktor yang bisa menjelaskan selisih margin yang cukup besar antara hasil survei sebelum pencoblosan dengan quick count.
“Dengan sangat mendadak ya, karena di survei itu kan masih 50:50 ya peluang antara satu atau dua putaran,” ucapnya.
Mada berpendapat undecided voters pada hasil survei sebelum pencoblosan itu yang kemudian menambah perolehan Prabowo-Gibran di hari pemungutan suara.
Selain itu, Mada juga menyinggung migrasi pendukung Ganjar-Mahfud ke Prabowo-Gibran. Namun menurutnya, hal tersebut tak begitu signifikan.
“Ini juga terkait tentu saja dengan berbagai macam fasilitas yang diberikan oleh Jokowi melalui berbagai macam program yang memanfaatkan sumber daya negara itu, itu juga berpengaruh,” ujar dia.
(mnf/tsa)