Pasar RI Tunggu Kabar dari BI di Tengah Memanasnya Konflik Laut Merah

Pasar RI Tunggu Kabar dari BI di Tengah Memanasnya Konflik Laut Merah

FILE PHOTO - The logo of Indonesia's central bank, Bank Indonesia, is seen on a window in the bank's lobby in Jakarta, Indonesia September 22, 2016.  REUTERS/Iqro Rinaldi/File Photo

Pergerakan pasar keuangan RI pada kemarin, Senin (15/1/2024) terpantau berakhir di zona merah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi, rupiah dalam melawan dolar Amerika Serikat (AS) melemah tipis sejalan dengan obligasi yang masih dilepas investor.

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih volatile hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

IHSG pada perdagangan https://38.180.114.193/ kemarin tercatat melemah 0,24% menuju posisi 7224,00. Koreksi yang terjadi kemarin kontras dengan penguatan harian yang terjadi pada Jumat pekan lalu sebesar 0,29%.

Kendati IHSG koreksi, ternyata investor asing malah mencatatkan aksi beli bersih atau net buy di seluruh pasar sebesar Rp185,20 miliar dan ada kabar baik dari surplus neraca perdagangan untuk periode Desember 2023 berhasil melampaui konsensus pasar.

Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin, Senin (15/1/2024), mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia sebesar US$3,3 miliar pada Desember 2023 . Surplus ini jauh lebih besar dibandingkan US$2,41 miliar pada November 2023.

Nilai surplus juga berhasil melampaui ekspektasi yang dihimpun CNBC Indonesia dari 10 lembaga yang memperkirakan surplus neraca perdagangan akan menyempit menjadi US$ 1,95 miliar.
Koreksi yang terjadi pada IHSG kemarin nampaknya terseret oleh pergerakan sejumlah saham kapitalisasi besar yang anjlok cukup signifikan, terutama dari beberapa saham yang terafiliasi dengan konglomerat Prajogo Pangestu.

Sebut saja, ada saham PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) yang anjlok nyaris 10%. Berimbas mengerek IHSG cukup dalam sebesar 10,52 indeks poin. Kemudian, diikuti saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan saham PT Barito Pacific Tbk (BRPT) yang masing-masing menyumbang penyusutan indeks gabunga seluruh saham di Bursa sebesar 10,47 poin dan 3,24 poin.

Untuk saham kapitalisasi besar lainnya yang mengerek turun indeks poin IHSG cukup dalam ada PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Astra International Tbk (ASII) masing-masing sebesar 6,82 poin dan 3,38 poin.

Sementara itu, dari 11 indeks sektoral yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI) terpantau ada lima sektor yang menjadi faktor utama penyusutan IHSG. Dari yang menyumbang penurunan terdalam yaitu sektor kesehatan sebesar 0,76%, sektor keuangan -0,53%, sektor properti -0,31%, sektor consumer non cyclical -0,30%, dan sektor infrastruktur -0,20%.

Beralih ke pergerakan nilai tukar rupiah dalam melawan dolar AS pada sepanjang kemarin terpantau melemah tipis. Berdasarkan data Refinitiv, mata uang Garuda ditutup di posisi Rp15.550/US$, terdepresiasi 0,03% secara harian.

Koreksi rupiah sejalan dengan tekanan dari indeks dolar AS (DXY) yang menguat. Pada penutupan perdagangan kemarin DXY berada di 102,60. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan penutupan Jumat pekan lalu sebesar 102,40.

Dari pasar obligasi, imbal hasil surat berharga negara (SBN) acuan RI yang bertenor 10 tahun meningkat jadi 6,66%, dibandingkan hari sebelumnya sebesar 6,65%.

Perlu dicatat, pergerakan harga dan yield obligasi adalah berlawanan arah, sehingga kenaikan yield yang terjadi pekan lalu menunjukkan harga obligasi turun akibat dilepas investor.

Pasar obligasi yang belum atraktif juga disinyalir karena relatif sedikitnya investor yang masuk mengindikasikan kehati-hatian mereka terhadap ekonomi global dan Indonesia.

Pasalnya, kuartal pertama tahun ini masih dibayangi politik yang semakin memanas akibat pemilu serentak sudah tinggal sebentar lagi di Tanah Air. Selain itu, memanasnya inflasi dan pasar tenaga kerja AS, dari global juga masih ada ketidakpastian geopolitik di Timur Tengah, serta masih lesunya ekonomi Tiongkok.

Sebelumnya, pada hasil lelang surat utang negara (SUN) pertama kali di tahun ini pemerintah juga menunjukkan keputusan yang konservatif, dimana pemerintah hanya menyerap Rp21,75 triliun dari target indikatif sebesar Rp25 triliun. Padahal penawaran yang masuk lebih banyak sebesar Rp39,8 triliun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*